Oct 22, 2013

Dokumentasi pribadi
Buat apa punya sepeda kalau cerita yang kita punya hanya pada saat kita membelinya bukan pada saat menaikinya. Bukankah menaikinya itu terlihat dan terasa lebih menarik. 

Bersepeda seorang diri telah menjadi rutinitas saya sejak satu tahun terakhir. Bukan karena tidak memiliki teman. Dari seribu empat ratus tiga puluh sembilan teman yang saya miliki hanya delapan belas orang yang memiliki semangat bersepeda seperti saya. Alasannya "tidur di pagi hari dan nongkrong di sore hari masih lebih asyik dibanding bersepeda. Bersepeda itu bikin betis besar", kata mereka. Dari delapan belas orang tersebut umumnya terkendala di alat transportasi; yepp, tidak memiliki sepeda. Anak rantauan yang tinggal di kos-kosan atau rumah kontrakan jarang yang memiliki sepeda pribadi. Padahal mungkin di luar sana ada satu rumah besar kosong.. yang hanya menggantung sepedanya di bagasi untuk dijadikan sarang laba-laba dan tempat melengketnya debu. But never mind, itu bukanlah alasan yang berarti untuk menjadikan saya malas bersepeda.

Mengendarai sepeda di jalan ibukota sepertinya kurang nyaman dan aman berdasarkan pengalaman saya. Ketakutan akan hal-hal berbau kriminal sering terlintas di kepala sehingga membuat suasana bersepeda yang mestinya bisa merilekskan otak malah sebaliknya menimbulkan rasa cemas. Apalagi saya seorang perempuan. Lebih rentan menjadi sasaran kejahatan di tempat umum dibandingkan laki-laki. Sekilas memang kedengaran terlalu negative thinking, tapi memang seperti itulah semestinya seorang perempuan ketika berada di tempat umum. Apalagi jika hanya seorang diri.

Pengalaman, setiap kali mengendarai sepeda dari Daya (rumah) menuju kampus (Tamalanrea) selalu kejadian hampir diserempet pete-pete (angkutan umum) padahal posisi saya sudah di margin jalan. Memang susah menemukan suasana tenang, aman dan nyaman bersepeda di Kota Makassar yang telah padat kendaraan. Kampus hijau nan asri adalah satu-satunya tempat favorit saya untuk bersepeda, tapi bagaimanapun juga untuk menuju kesana saya tetap harus melewati jalan raya, mengikuti aturan berlalu lintas, menyusuri jebakan macet disepanjang jalan dan menghirup asap knalpot kendaraan bermotor.  Hosh hosh hosh. 

Kalau saja saya seorang pejabat 'penting' maka salah satu hal yang akan menjadi perhatian serius saya adalah menciptakan suasana bersepeda yang nyaman dan aman untuk masyarakat Kota Makassar (bukan kampanye biasa, hohoho). Mengharuskan bike to work bagi semua pekerja sektor formal dan sektor non-formal setiap 2 kali seminggu (maunya...). Keuntungannya sudah jelas, mengurangi polusi, mengurangi macet, tak perlu bayar parkir, menurunkan resiko penyakit jantung, mengurangi pemanasan global, hemat ongkos, membuat kita lebih dekat pada alam, meningkatkan rasa kepedulian sosial, melatih kesigapan, membuat kulit hitam dan yang menjadi alasan primadona adalah membuat badan kurus. Tapi sayang sekali saya hanya seorang mahasiswi yang belum memiliki hak untuk itu.

Sepeda lipat buatan Jepang ini (lihat gambar) selalu menjadi pusat perhatian khalayak umum ketika saya sedang mengendarainya dijalan. Semua mata tertuju pada kami. Entah saya atau sepedanya yang terlalu menarik. Atau bisa saja karena saya kelihatan tidak pantas mengendarai sepeda ban kecil ini... atau bisa juga karena yang memperhatikan merasa ingin memiliki salah satu diantara kami,hahaha. Sekedar ilmu, orang yang mempergunakan sepeda sebagai moda transportasi rutin disebut komuter. Bukan komputer yaah.. K O M U T E R!

Kecintaan saya terhadap kegiatan bersepeda menuntut saya untuk memasukkannya ke dalam daftar kegiatan yang WAJIB saya lakukan ketika sedang memiliki waktu luang. Kalian kapan?

0 Komentar:

Post a Comment

 

Copyright 2010 Chigosan.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.