Dokumentasi pribadi |
Buat
apa punya sepeda kalau cerita yang kita punya hanya pada saat kita membelinya
bukan pada saat menaikinya. Bukankah menaikinya itu terlihat dan terasa lebih
menarik.
Bersepeda
seorang diri telah menjadi rutinitas saya sejak satu tahun terakhir. Bukan
karena tidak memiliki teman. Dari seribu empat ratus tiga puluh sembilan teman yang
saya miliki hanya delapan belas orang yang memiliki semangat bersepeda seperti
saya. Alasannya "tidur di pagi hari dan nongkrong di sore hari masih lebih asyik
dibanding bersepeda. Bersepeda itu bikin betis besar", kata mereka. Dari
delapan belas orang tersebut umumnya terkendala di alat transportasi; yepp,
tidak memiliki sepeda. Anak rantauan yang tinggal di kos-kosan atau rumah
kontrakan jarang yang memiliki sepeda pribadi. Padahal mungkin di luar sana ada
satu rumah besar kosong.. yang hanya menggantung sepedanya di bagasi untuk
dijadikan sarang laba-laba dan tempat melengketnya debu. But never mind, itu
bukanlah alasan yang berarti untuk menjadikan saya malas bersepeda.
Mengendarai
sepeda di jalan ibukota sepertinya kurang nyaman dan aman berdasarkan
pengalaman saya. Ketakutan akan hal-hal berbau kriminal sering terlintas
di kepala sehingga membuat suasana bersepeda yang mestinya bisa merilekskan
otak malah sebaliknya menimbulkan rasa cemas. Apalagi saya seorang perempuan.
Lebih rentan menjadi sasaran kejahatan di tempat umum dibandingkan laki-laki.
Sekilas memang kedengaran terlalu negative thinking, tapi memang seperti itulah
semestinya seorang perempuan ketika berada di tempat umum. Apalagi jika hanya
seorang diri.
Pengalaman,
setiap kali mengendarai sepeda dari Daya (rumah) menuju kampus (Tamalanrea)
selalu kejadian hampir diserempet pete-pete (angkutan umum) padahal posisi saya
sudah di margin jalan. Memang susah menemukan suasana tenang, aman dan nyaman
bersepeda di Kota Makassar yang telah padat kendaraan. Kampus hijau nan asri
adalah satu-satunya tempat favorit saya untuk bersepeda, tapi bagaimanapun juga
untuk menuju kesana saya tetap harus melewati jalan raya, mengikuti aturan
berlalu lintas, menyusuri jebakan macet disepanjang jalan dan menghirup asap
knalpot kendaraan bermotor. Hosh hosh hosh.
Kalau
saja saya seorang pejabat 'penting' maka salah satu hal yang akan menjadi
perhatian serius saya adalah menciptakan suasana bersepeda yang nyaman dan aman
untuk masyarakat Kota Makassar (bukan kampanye biasa, hohoho). Mengharuskan bike to work
bagi semua pekerja sektor formal dan sektor non-formal setiap 2 kali seminggu
(maunya...). Keuntungannya sudah jelas, mengurangi polusi, mengurangi macet,
tak perlu bayar parkir, menurunkan resiko penyakit jantung, mengurangi
pemanasan global, hemat ongkos, membuat kita lebih dekat pada alam,
meningkatkan rasa kepedulian sosial, melatih kesigapan, membuat kulit hitam dan
yang menjadi alasan primadona adalah membuat badan kurus. Tapi sayang sekali
saya hanya seorang mahasiswi yang belum memiliki hak untuk itu.
Sepeda
lipat buatan Jepang ini (lihat gambar) selalu menjadi pusat perhatian khalayak
umum ketika saya sedang mengendarainya dijalan. Semua mata tertuju pada kami.
Entah saya atau sepedanya yang terlalu menarik. Atau bisa saja karena saya
kelihatan tidak pantas mengendarai sepeda ban kecil ini... atau bisa juga karena yang
memperhatikan merasa ingin memiliki salah satu diantara kami,hahaha. Sekedar ilmu, orang yang
mempergunakan sepeda sebagai moda transportasi rutin disebut komuter. Bukan
komputer yaah.. K O M U T E R!
Kecintaan
saya terhadap kegiatan bersepeda menuntut saya untuk memasukkannya ke dalam
daftar kegiatan yang WAJIB saya lakukan ketika sedang memiliki waktu luang.
Kalian kapan?
0 Komentar:
Post a Comment